Okey guys… gue cuma bisa ngasih oneshoot dulu.
Warning!!! Yang mau baca ini tolong siapin lilin. Ini tema-nya “gelap”. *lah
Dan buat para readers yang hatinya lembut jangan coba-coba ya. Hahahaha…
.
.
.
Aku membuka mataku…
Kau menatapku dalam diam..
Tatapanmu sarat akan kesedihan, air mata mengalir dari sudut matamu, terisak dan sesekali tersedak karena air mata, tanganmu mengelus leher jenjangmu yang terlihat memerah.
Kau…. Siapakah dirimu?
Aku menatapmu, kau terlihat sangat cantik saat ketakutan. Kau seperti sebuah boneka porcelen yang baru saja rusak.
Tanganku bergetar dan air mataku mengalir. Apa…. Apa yang telah kulakukan?
Siapa aku?
Apa yang telah kita lakukan?
Kali ini aku menatap mata indahmu, kau terlihat begitu ketakutan.
-15 Oktober 2015-
Aku tengah mengelus lembut rambut pirangmu, kau mengernyit namun tak jua berniat membuka matamu. Kau terlihat begitu cantik meski dalam keadaan terlelap. Mataku tertuju pada bibir merah mudamu yang terlihat begitu menggoda.
“A-Amber…” kau bergumam begitu merasakan pergerakan tempat tidur saat aku berusaha untuk mengecup bibirmu.
Ahhh… Amber… Namaku adalah Amber..
-16 Oktober 2015-
Kau terlihat cantik seperti biasanya. Mata indahmu kini dibingkai dengan sebuah kacamata besar. Kau terlihat begitu serius mengerjakan sesuatu dengan sebuah pensil dan selembar kertas putih di atas meja.
Aneh… Aku merasakan perasaan aneh yang entah datang dari mana. Aku merasa semua ini… Semua ini tidaklah nyata. Aku menoleh ke arah jam yang bertengger di dinding, 10.00. Suara detakan jarum jam terdengar semakin keras, terlalu keras sehingga membuat kepalaku sakit. Dan kemudian aku tersadar, jam tangan yang tengah kukenakan berputar ke arah yang salah. Jam tanganku berputar ke arah sebaliknya. 9.59.
“Kemarilah~ Aku ingin kau mengapresiasikan karya terbaruku. Suatu hari nanti aku akan menjadi seorang pelukis terkenal dan orang-orang akan mengenalmu sebagai sumber inspirasi utama pelukis terkenal bernama Jung Krystal ini.” Ucapmu diselingi dengan gelak tawa seperti seorang gadis kecil.
Krystal…
My Krystal…
Aku menghela nafas lega dan berjalan ke arahmu. Dan aku baru menyadari jika tanganku dipenuhi lebam. Rasa nyeri begitu terasa saat aku mencoba untuk mengangkat lenganku. Menghiraukan rasa nyeri yang terasa di kedua lengan dan leherku lalu berjalan ke arahmu.
Kau memperlihatkan hasil karyamu itu sambil tersenyum dengan bangga padaku. Garis hitam yang ada di kertas itu perlahan menghilang dan membuat kertas itu kembali berwarna putih. waktu telah menghapusnya sebelum aku sempat melihatnya. waktu benar-benar berputar terbalik.
“Oh… Gambarmu…. Bagus, Krystal. Apa yang kau gambar?” aku bertanya dengan canggung, aku benar-benar tak tau apa yang harus kukatakan.
“Hmm… Abstrak… Kau tau jika aku suka sekali dengan lukisan abstrak. Itu adalah representasi dari cinta kita. Semua warna dan bentuk yang aku lukis… semua itu… mengungkapkan bagaimana aku melihat kisah cinta kita!” kau tersenyum lebar saat mengatakan itu.
Kosong….
Lembaran yang kau pegang adalah lembaran kosong…
-20 Oktober 2015-
Kau tengah duduk di depanku, di sebuah café. Aku tak tau apa nama café ini. aku tak mengingatnya. Aku menatapmu yang mulai menyesap segelas kopi sambil menangis dalam diam. Beberapa pelayan yang lewat terlihat berjalan dengan gerakan lambat dan sesekali bergerak ke arah yang terbalik. Aku melihat air yang ada di dalam gelas mengalir ke atas, kembali kedalam sebuah botol. Benda yang terjatuh kembali ke tempatnya semula.
“Apa kau menangis, Krystal?” akhirnya aku memutuskan untuk bertanya.
Kau menatapku dengan penuh kebencian, kepedihan, dan kesedihan. Aku tahu… Aku tahu jika aku telah melakukan sesuatu yang sangat buruk padamu.
“Apa kau bercanda? Kau—“
Kau menghela nafas dan membuang wajahmu ke arah lain. Nada bicaramu dan tatapan matamu membuat jantungku terasa begitu sakit. Aku mencoba untuk mengelus pipimu namun tangan halusmu menepis tanganku dan tangismu semakin menjadi.
“Kumohon.. Maafkan aku.. Aku mencintaimu, Krystal.” Ucapku dengan senyum yang dipaksakan. Aku bahkan tak begitu yakin jika aku benar-benar mencintaimu. Aku kira hubungan kita baik-baik saja. Sepertinya.. Hubungan kita tidak dalam keadaan baik-baik saja.
“Kau mencintaiku? Kau mencintaiku?!”
Ucapmu sambil menundukkan kepalamu dan tersenyum pahit. Aku mengernyit namun berusaha agar tetap tenang. Tiba-tiba saja kau berdiri dan mengambil gelas yang ada di atas meja. Kau melemparkannya begitu saja ke lantai. Kau menatapku seakan-akan ingin membunuhku.
“Kau dan semua bualanmu. Kau bilang kau mencintaiku. Tapi nyatanya kau sama sekali tidak mencintaiku!”
Aku berdiri ketika aku sadar jika orang-orang di sekitar kita tengah menatap ke arah kita.
“Krys.. Tolong… Tolong katakan padaku apa yang terjadi?” ucapku, aku terus berfikir untuk menemukan cara agar kau bisa tenang. Namun aku tidak cukup berani untuk menyentuhmu lagi. karena aku yakin kau pasti akan menepisku lagi.
“Aku terus bertanya dimana kau semalam dan kau terus saja berbohong! Kau BRENGSEK!”
Kumohon… Jangan panggil aku begitu.
“Tapi aku—“
“Kau apa?! Kau itu hanyalah seorang manusia menjijikkan yang menyembunyikan jiwa kotormu itu di balik senyumanmu yang menawan. Tidak ada yang mengenalmu lebih dalam selain AKU. KAU memang BRENGSEK!”
Jangan… Hentikan…
“Krys.. Aku bersumpah jika aku sama sekali tidak berbohong padamu.”
“kini kau mengatakan kebohongan lagi. Apakah begitu sulit mengatakan dimana kau semalam? Kau memang brengsek.”
Hentikan..
“Aku tak bisa mengatakannya padamu karena aku memang tidak mengingatnya! Aku tak tahu dimana aku semalam! Kau tidak bisa menyalahkanku begitu saja! Aku… Aku kehilangan ingatanku.”
“Lihat… kau berbohong lagi. Kau memang tidak lebih dari seorang pembohong yang bre—“
“BERHENTI MEMANGGILKU BRENGSEK!”
Aku berteriak, dengan paksa aku meraih pundakmu dan mengguncangkan tubuhmu dengan kasar. Tubuhku terasa begitu panas. Dan rasa nyeri pada kedua lenganku mulai terasa kembali. Lagi.. aku menghiraukan rasa nyeri itu. aku kembali menatap matamu. Tatapan matamu seperti orang yang siap menyakiti bahkan membunuh.
Brengsek… Brengsek… Kata-kata itu terus berputar di dalam kepalaku, kulitku terasa seperti terbakar. Kau.. Kau seharusnya jangan memanggilku seperti itu. Jantungku berdetak dengan cepat seperti akan meledak kapan saja. Amarahku semakin menjadi. Aku ingin mendorong tubuhmu dengan keras agar kau memohon ampunan dariku. Aku tahu kau juga ingin melakukan hal yang sama. Tapi kau.. kau tak akan melakukan itu di depan publik. Kau ingin membuatku menjadi satu-satunya orang jahat disini. Kau lah yang mengenakan topeng. Kaulah yang brengsek.
Kau menatapku, sesekali terbatuk dan tubuhmu bergetar hebat dengan nafasmu yang memburu. Kau seperti gadis kecil yang lemah dan dipaksa untuk menuruti perintah ayahnya.
Aku melepaskanmu lalu memandangi kedua telapak tanganku.
Aku tahu.. Aku tahu semua ini telah terjadi. Ini adalah kenyataan, semua kejadian yang aku lalui dan masa lalu kita yang sesungguhnya bercampur menjadi satu. Aku bisa merasakannya. Amber yang hampir menyakitimu hari itu, aku bisa merasakan kemarahannya. Tapi disaat bersamaan, aku.. aku tak bisa mengingat jika aku adalah orang itu.
Apakah aku ini? Aku ini adalah Iblis….
Krystal…
My Sweet Krystal..
-17 Oktober 2015-
Matahari bersinar begitu cerah. Sinarnya menyusup dari dedaunan pohon. Hari ini adalah hari yang cerah. Kita tengah berjalan, berpegangan tangan dalam diam. Semua teriakanmu, air matamu, dorongan untuk menyakitimu masih terekam dalam ingatanku. Adegan terakhir yang kita lalui masih menggangguku. Semakin membuatku bingung. Namun berada di dekatmu terasa begitu hangat. Aku yakin jika hari-hari kita tak selalu dipenuhi dengan kekerasan.
“Krystal…” ucapku dengan suara yang bergetar.
“Hm?” jawabmu dengan wajah terkejut.
“Oh.. tidak apa-apa.” Aku menampilkan sebuah senyuman lebar, aku meyakinkan diriku sendiri jika kini kita adalah “diri” kita yang sebenarnya.
Kau membalas senyumanku dengan senyuman yang begitu manis.
Aku memandang ke arah sekitar kita, aku merasa jika aku pernah datang ke tempat ini bersamamu, namun aku sama sekali tidak ingat kapan kita ke tempat ini.
Aku mengelus pelan bagian belakang leherku. Setiap kali aku menggerakkan kepalaku aku merasa nyeri di bagian itu. Aku tahu jika pernah terdapat lebam pada bagian leherku ini. semakin dalam aku mencoba mengungkap masa laluku, semakin banyak luka dan lebam yang ada di tubuhku. Aku.. Aku mendengar suara mu. “Kau akan baik-baik saja, my love.”
“Apa yang kau fikirkan?” kau bertanya secara tiba-tiba, membuatku tersadar dari lamunanku.
“Uh… Aku sedang memikirkan… pertemuan pertama kita.”
Aku tak bisa mengingat apa pun yang terjadi di hari itu tapi aku tahu kau pasti akan menceritakannya, menceritakan kisah tentang kita, atau apapun itu. aku membutuhkan itu, aku membutuhkannya untuk mengingat sesuatu. Aku.. Aku membutuhkanmu, Krystal.
“Oh..” ucapmu diselingi gelak tawa. “Aku tak pernah berfikir jika aku akan jatuh cinta dengan cara seperti itu..” Kau memandangi langit biru dan tersenyum hangat. “Aku benar-benar berterima kasih padanya, dialah yang mengenalkan kita berdua. Aku tengah mengenakan dress putih kesukaanku dan aku sama sekali tidak mengenal orang lain selain dia di pesta itu. dan dia mengenalkanmu padaku dan–.”
-18 Oktober 2015-
Aku membuka mataku..
Gelap…
Aku ingin berteriak..
Setiap kali aku akan menemukan hal baru, aku selalu ditolak dan dilemparkan ke tempat lain.
Aku mengerjapkan mataku.. sekali… dua kali..
Dimana aku? Aku terbaring di sebuah tempat tidur. Tempat tidur yang sama saat pertama kali aku membuka mataku. Aku menggerakkan kepalaku yang terasa pegal dan itu hanya membuat rasa nyeri di leherku semakin terasa. Rasa sakit pada lenganku pun semakin terasa. Aku menoleh ke arah jam dinding, 01.00. Aku melompat dari tempat tidur, aku bisa mendengar suara gelak tawamu. Kau pasti ada di ruang tengah.
“Semua ini sudah terjadi. Aku datang dari masa depan dan kita tengah berada di masa lalu.” Bisikku sambil menarik nafas dalam.
Perlahan aku berjalan menuju ruang tengah dimana kau berada.
“Aku dan Krystal tinggal bersama, kami saling mencintai. Benar-benar saling mencintai. Dia selalu ada disampingku tapi aku selalu merasa jika ini bukanlah tempatku. Kami bertemu di sebuah pesta yang diadakan oleh seorang teman dan dia mengenakan gaun putih kesukaannya saat itu.” Aku meletakkan jari-jariku pada gagang pintu.
“Mungkin.. Aku ini adalah orang yang kasar dan berbahaya.”
Aku mengulang kalimat-kalimat itu di dalam kepalaku, mengulangnya seperti tengah membaca mantra. aku mencoba untuk tidak kehilangan akal sehatku. Ada beberapa potongan puzzle yang belum aku temukan jadi aku harus mengambil alih situasi dan mempelajari segala sesuatu yang terjadi. Semakin aku mendapatkan kemajuan dalam mempelajari ini semakin cepat adegan-adegan itu berputar. Adegan pertama saat aku membuka mataku, adegan saat aku mengelus kepalamu di tempat tidur bertahan hingga sehari, adegan di café dan adegan terakhir saat di taman hanya bertahan beberapa menit.
Perlahan aku berjalan menyusuri koridor menuju ruang tengah, aku melihatmu. Kau tengah duduk di sofa sambil menonton televisi , tangan kananmu menggenggam sebuah handphone putih.
“… Aku tahu itu sangat menyenangkan, tapi aku ini wanita yang sibuk. Aku tak bisa setiap hari pergi ke bioskop untuk menonton film! Aku harus pergi bekerja! Tidak seperti dirimu yang pemalas.”
Hening…
“Oh.. tidak.. Dia tengah tertidur. Tak masalah… Baiklah… Hari sabtu besok aku akan sendirian, tidak .. tidak usah khawatir.”
Aku tak begitu yakin apa yang harus aku lakukan. Percakapanmu di telepon itu bisa diartikan dengan banyak kemungkinan. Aku tak ingin mengambil resiko dengan kalimatmu yang tidak lengkap dan membingungkan itu. aku melangkah mundur, mungkin aku tak seharusnya berada di sini, mungkin aku seharusnya masih tertidur di kamar. Namun tanpa kusadari, tubuhku bergerak dengan sendirinya, melangkah mendekatimu. Aku mengerti jika Amber yang dulu mengambil alih tubuh ini. Mungkin ia datang untuk menghentikanku dalam mengubah masa lalu. Semakin dekat langkahku darimu, kakiku mulai terasa sakit. “Berdirilah, Amber! Berdirilah meskipun lututmu itu terluka!” Aku dapat mendengar suaramu di dalam kepalaku.
“Sepertinya Amber sudah bangun.” Ucapku, aku tengah berdiri dibelakangmu, menatapmu dengan tajam.
Kau terkejut dan hampir saja melempar handphone putih mu saat kau menoleh.
“OH! OH TUHAN! Kau mengagetkanku, Amb.. Kufikir.. Kufikir kau sedang tidur.” Ucapmu sambil mengelus dadamu dan mematikan sambungan telepon itu, meletakkan handphone putih itu di atas sofa. Suasana disini terasa begitu panas.
“Siapa yang menelpon? Mengapa kau menutupnya begitu saja saat aku datang?”
Suaraku… terdengar begitu menyeramkan. Amber yang dulu kini tengah mengambil alih lidahku.
“Teman… Hanya seorang teman.. Ia mengajakku bertemu hari sabtu ini, bukankah kau akan mengunjungi kedua orang tuamu hari sabtu?”
“Oh.. Benarkah? Hanya seorang teman? Kau pembohong! Katakan padaku, Krys!” ucapku setengah berteriak. Aku mengambil handphone putih yang tergeletak di atas sofa lalu melemparkannya ke dinding. Jantungku berdetak dengan lambat. Sebuah seringai licik menghiasi wajahku.
“WHAT THE HELL?!” kau berteriak dan menghampiri handphone-mu yang kini sudah menjadi kepingan. “Apa kau sudah gila? Dia hanya temanku! Kau memang sudah gila! KAU-“ aku tidak mendengarkan kalimat selanjutnya yang akan kau katakan dan aku mencengkeram pundakmu, mendorongmu ke tembok. Dan aku terus saja tersenyum.
Pertengkaran ini berbeda dengan pertengkaran saat di café itu. aku.. aku dalam keadaan tenang, aku sama sekali tidak merasa marah namun dorongan untuk menyakitimu semakin besar, semakin gelap. Mungkin karena sekarang ini kita tidaklah di depan publik. Sekarang hanya ada kita berdua.
“Pukul aku! Pukul aku! Jika jari-jarimu patah, aku tak bisa lagi mengobatimu.” Jawabmu dengan suara yang pelan. Kau terlihat sama sekali tidak ketakutan. Tidak bergetar dan tidak menangis. Kau hanya menatapku, menungguku untuk melakukan sesuatu. Kau… Kau terlihat seperti bukanlah dirimu. Kau terlihat begitu berbeda.
“Tidak! Aku tidak akan memukulmu. Aku begitu menyukai wajahmu dan aku takkan bisa memukulmu.” Ucapku sambil mengelus lembut pipimu.
Aneh… Aku memutuskan untuk tidak memukulmu karena kalimat terakhir yang kau ucapkan.
Amber yang dulu, disamping dorongannya untuk menyakitimu, sikap kasarnya, dan kekuatannya, disamping semua itu ia takut akan sesuatu. Dan aku tak tau apa itu.
-19 Oktober 2015-
Aku membuka mataku dan secercah cahaya yang masuk dari sela jendela menarik perhatianku. Aku terbangun di atas sebuah tempat tidur. Bukan tempat tidur milik kita, Krys. Ini.. bahkan bukanlah kamar kita. Aku menoleh ke arah samping. Auchh.. leherku terasa begitu sakit. Rasa sakitnya berlipat ganda.
Matanya masih tertutup rapat. Ia masih terlelap. Tapi… dia bukanlah dirimu, Krys.
Aku mengelus pipinya, ia merasa terganggu dan mulai membuka matanya.
“Hey”. Ucapnya dengan suara yang terdengar serak. Ia tersenyum malu dan memelukku dengan erat. Aku bahkan bisa merasakan detak jantungnya yang berdetak dengan cepat.
Ia mengelus pundakku dengan lembut. Sentuhannya membuat tubuhku terasa panas. Aku tersadar jika kami tidaklah mengenakan sehelai benang pun kecuali selimut putih yang menutupi tubuh kami.
Seorang penghianat..
Aku adalah seorang penghianat?
Apakah karena gadis ini kau menangis saat di cafe itu, Krys?
Aku berharap kau ada di sini, Krys. Aku takut. . Takut akan diriku sendiri.
Aku adalah seorang pemarah, pembohong dan seorang penghianat. Aku benar-benar menjijikkan.
“Bagaimana tidurmu?” Tanyaku dengan canggung. Aku harus tau siapa gadis ini.
“Hmm.. nyenyak. Thanks to you. You wore me out.” Ucapnya dengan senyum yang menggoda. Ia semakin mengeratkan pelukannya padaku. “Kau harus datang ke sini lebih sering lagi. I miss you so much. ” bibir merah mudanya mengecup bibirku dengan lembut.
“Siapa aku untukmu? Apa kau anggap aku sebagai orang jahat? Aku.. penghianat?” Bisikku pelan setelah mendorongnya untuk menghentikan ciuman kami.
Ia masih berusaha untuk terus menciumku. She’s pretty aggressive.
“Hm… ya.” Ucapnya. “Kau adalah yang paling jahat.”
I’m The Worst...
Aku menghianatimu, Krystal. Aku menghianatimu demi gadis ini.
Aku mendorong gadis ini lalu duduk di pinggir tempat tidur, aku mencengkeram kepalaku dengan keras. Aku… aku tersesat. Kini aku tau orang seperti apa aku dulu. Aku benar-benar ingin bangun dari mimpi buruk ini.
Aku ingin kembali ke masa dimana aku seharusnya berada. Aku tak sanggup lagi. Aku benar-benar hancur. Jika ini terus berlanjut mungkin aku akan benar-benar menjadi gila.
“Ada apa?” Ia bertanya dengan nada terkejut.
Aku menghiraukannya dan lebih memilih memandangi jendela.
Aku mengerjapkan mataku dan berusaha untuk menahan air mataku.
“Kau membuatku khawatir. Apa kau baik-baik saja?” Tangan mungilnya melingkar pada pinggangku, ia merebahkan kepalanya pada pundakku. Sesekali mengecup bahu dan pipiku.
Aku harus tetap fokus. Aku harus mencari cara bagaimana aku bisa mengetahui namanya tanpa dicurigai.
Ia terus memelukku dengan erat dan tanpa sengaja menyentuh lenganku. Auchh… Lenganku benar-benar terasa sakit. Lebih dari sebelumnya. Kini leher dan lututku pun semakin terasa sakit.
Aku merintih kesakitan.
“Ow.. maaf.. aku benar-benar minta maaf, Amber!”
Lenganku penuh dengan lebam. Bahkan warna kulit pada lenganku sudah berubah menjadi keunguan. Aku merasakan sensasi aneh pada tulang rusukku. Sesuatu pasti terjadi pada tulang rusukku.
“No.. don’t worry… I’m okay. I’m okay..”
Ia mengecup pipiku.
“Aku selalu berfikir. Apa kau benar-benar manusia? Kurasa kau adalah malaikat. Siapa kau sebenarnya?”
Aku… aku memanglah seorang penghinat. Lihat saja bagaimana aku begitu lancar merayu gadis ini.
kulihat pipinya merona.
“Amber!”
“Bagaimana kau memperkenalkan dirimu jika suatu saat nanti kita menikah?”
Ia terkikik.
“Victoria Liu.”
-14 Oktober 2015-
Aku kembali membuka mataku. Victoria. Gadis itu sudah tak ada di sini lagi. Namun aku masih bisa merasakan hangat tubuhnya dan juga bisikkan lembutnya.
Aku memandangi sekitarku. Dan aku tersadar jika aku kembali ke ruang tengah rumah kita, Krys. Tapi kau tak ada di sini. Aku sendirian.
Hujan… aku bisa mendengar suara hujan. Aku berlari ke arah jendela. Apa yang kulihat kali ini sangatlah tidak masuk akal. Rintik air hujan yang seharusnya jatuh ke bumi kini terbang ke atas, kembali ke awan hitam.
Namun, ada yang lebih menarik perhatianku. Sebuah payung berwarna biru. Apakah itu kau? Aku membuka jendela dan menghiraukan rasa sakit yang kurasa bahkan hanya ketika menggerakkan tanganku.
“KRYSTAL!”
Tak ada jawaban. Aku terus menatap payung biru itu hingga seorang gadis datang dan ikut berteduh dibawah payung itu. Aku berlari menuruni tangga, hampir terjatuh karena lututku yang sakit terasa semakin melemah.
Aku keluar dari dalam rumah dengan nafas yang memburu. Kini di depanku berdiri dua orang yang langsung dapat kukenali.
Krystal..
Victoria..
Rintik hujan semakin membuat tubuhku basah.
“Krystal!” Aku berteriak lagi. Aku berdiri di depan kalian. Tapi kalian berdua terlalu sibuk dengan dunia kalian sendiri. Victoria memeluk pinggangmu dengan mesra.
Aku tak mengerti apa yang tengah terjadi……
Ia mengecup bibirmu.
Hatiku benar-benar terbakar…
Terbakar dan hancur berantakan…
“Kemana Amber?” Victoria bertanya dengan senyum licik di wajahnya.
“Aku sudah bilang. Ia pergi ke sebuah pesta bersama rekan kerjanya. Kau tak perlu khawatir.”
“Aku tahu. Aku hanya ingin memastikan. Kita tak boleh terlalu lama di sini. Di sini tidak aman. Kita harus segera pergi dari tempat ini. Film-nya memang baru akan dimulai satu jam lagi. Tapi aku tau kau menyukai hujan. Jadi mari kita berjalan santai dan menikmati momen yang romantis ini.” Jawab Victoria yang kini bermain dengan ujung rambut pirangmu.
Hantu… aku adalah hantu.. kalian berdua tak bisa melihatku. Aku tau itu dan tanpa sadar aku kembali menitikan air mata. Seorang teman yang mengenalkan kita adalah gadis itu, Victoria. SEKARANG AKU MENGINGAT SEMUA YANG TERJADI PADA HARI KITA BERTEMU. Aku tak tahan lagi. Aku ingin mati saja. Seluruh tubuhku terasa begitu sakit. Tubuhku penuh dengan luka dan lebam. Bahkan tangan kiriku tak bisa lagi kugerakkan.
Ini benar-benar gila. Aku bukanlah bagian dari kejadian ini. Aku Tak seharusnya ada di sini, melihat kejadian demi kejadian dalam hidupmu yang tak seharusnya kulihat. Aku terjebak dalam mesin waktu yang rusak. Aku tak seharusnya berada di sini. Kalian berdua berjalan dan sesekali tertawa bersama. Dan aku hanyalah hantu yang mengikuti kalian. Aku menunduk. Nafasku terasa begitu berat, bergetar karena menahan rasa sakit. Aku berharap aku bisa menghilang.
“Hey.. Apa yang terjadi pada mata kananmu?” Tanya Victoria sambil menggenggam erat tanganmu.
“Amber..” ucapmu dengan nada sendu. ” Aku dan Amber bertengkar kemarin dan kau tau….”
“Oh tuhan! Mengapa kau tak mengatakannya sejak awal, Krys?! Harusnya kau menelponku saat itu. Kau tidak bisa tinggal bersamanya lebih lama lagi. Kau tak bisa tinggal bersama seorang monster! Aku akan menjagamu! Dia itu berbahaya, Krys. Terakhir kali adalah tanganmu dan sekarang matamu. Aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku bersyukur aku tak pernah berhubungan dengannya lagi. Aku tau jika dia adalah teman yang buruk. Tapi aku tak menyangka jika ia juga kekasih yang buruk untukmu.”
Hening… aku memandangi mata kananmu. Matamu lebam. Berwarna biru seperti lengan kiriku.
Apa yang telah kulakukan padamu, Krys?
“Apa kau masih mencintainya?” Ucap Victoria diselingi dengan helaan nafas dalam.
Aku.. aku sangat ingin membunuhnya, Victoria. Gadis menjijikkan itu. Aku ingin membunuhnya! Dia hanya bermain-main dengan kita. Ia bercinta dengan kita berdua. Menyebarkan benih keraguan pada hati kita. Menyelinap kedalam fikiran kita bahkan kamar kita. dan sekarang ia berpura-pura mencintaimu? Meyakinkanmu untuk meninggalkanku?
“Aku memang masih mencintainya. Dia memang membuatku ketakutan tapi aku mencintainya. Apa aku ini bodoh?” Jawabmu yang terdengar begitu melankolis. “Tapi aku sudah membuat keputusan. Kumohon.. kau harus mendukungku… dalam waktu 30 hari.. aku akan meninggalkannya. Aku janji!”.
Gelap…
-14 November 2015-
Di dalam kamar mandi rumah kita. Aku tengah memandangi pantulan diriku sendiri di depan sebuah kaca.
Hening..
.
.
.
.
Aku harus segera membuka jendela dan melompat. Itulah satu-satunya yang terlintas di fikiran ku agar aku bisa keluar dari mesin waktu ini. Aku tak bisa mencapai jendela. Aku berjalan ke arah jendela namun jendela itu seperti berjalan meninggalkanku. Victoria… aku tak bisa berhenti memikirkannya. Gadis licik itu.. Dialah iblis yang sebenarnya.
Dia mempermaikan kita berdua, memanipulasi kita, dan membawa kita pada situasi yang kacau, yang dipenuhi kekerasan, darah dan air mata.
Aku terus menyakitimu, Krystal. Akulah yang membuat matamu lebam. Namun kau terus saja memaafkanku. Setiap kali aku memukulmu, kau selalu memaafkanku. Aku mencintaimu, Krystal. Namun aku tak cukup mampu menyayangi dan menjagamu. Victoria benar. Aku memang kekasih yang buruk. I’m the worst.
Aku menggerakkan kepalaku sepelan mungkin. Aku tak ingin membuat lukaku semakin parah..
Aku menahan nafasku.
Aku benar-benar ketakutan.
Sesuatu tengah terjadi namun aku tak mengerti apa. Panik. Aku memerhatikan sekelilingku. Bertanya-tanya tentang apa yang harus ku lakukan.
Mesin waktu ini benar-benar rusak.
Aku menangis.. namun aku tak tau mengapa aku menangis.
Aku memandangi pintu dan bertanya pada diriku sendiri, haruskah aku membuka pintu itu? Krystal… apakah kau tengah menggambar di ruang tengah? Berciuman dengan Victoria? Atau menangis di dalam cafe? Aku tak ingin mengetahuinya. Amber yang dulu.. Amber yang tengah dikuasai amarah, Amber yang mengerikan, aku bisa merasakannya sekarang. Ia berada dalam tubuh ini. Bergetar ketakutan.. Dia takut akan sesuatu yang akan menghampirinya.
Tok tok tok
“Kau takkan bisa lari dariku~”
Sebuah suara yang terdengar seperti suaramu. Ah. Itu memanglah suaramu. Aku tak mengerti apa maksud perkataanmu namun jantungku berdetak dengan cepat. Kudengar kau membuka pintu yang terkunci. Mengapa aku mengunci pintu kamar mandi ini? Kau muncul dengan senyum yang lebar.
“I… Found… You~~~” ucapmu dengan riang. “Apa Kau fikir bisa lari begitu saja dariku, my love?”
Senyummu menghilang dan aku melihat wajahmu yang terlihat seperti seseorang yang siap membunuh. Kau bukanlah dirimu lagi! Lebam di matamu sudah menghilang. Kini kau berubah menjadi Krystal yang membuatku ketakutan.
“JANGAN PERNAH BERANI MEMBOHONGIKU, AMBER!”
kau berteriak, menamparku dengan keras. Aku mundur beberapa langkah dan menyentuh pipiku yang sudah berubah menjadi merah. Sakit…. “JANGAN BERBOHONG!” kau berteriak lagi.
Dan kau mendorongku.
Aku terjatuh…
Dalam gerakan lambat aku terjatuh.
Aku bisa melihat dinding putih berputar di sekitarku. Aku melihatmu.. matamu penuh dengan kegilaan. Kepalaku menghantam wastafel, dan semuanya berubah menjadi hitam beberapa saat. Tubuhku jatuh dan menghantam bathtub. Aku berteriak kesakitan, memegangi lengan kiriku. Aku terbaring di atas lantai tak berdaya.
“Kau tak perlu menangis. Kau akan sembuh dalam beberapa minggu.” Ucapmu yang kini memandangku. Kalimat ini… akhirnya aku mengerti.. akhirnya aku tahu dari mana semua luka dan lebam pada tubuhku. Krystal.. lenganku. Leherku. Lututku. Tulang rusukku. Kaulah yang membuat semua luka ini.
Darah mengalir di sekitar lenganku. Aku terkejut. Dan saat melihat darah yang semakin banyak aku semakin panik. “Apa yang telah kulakukan?” Ucapku disela tangis. “Mengapa kau berbuat seperti ini padaku?” Aku ketakutan. Aku takut padamu.
“Tidak ada..” ucapmu dengan suara yang bergetar, kau menutup mulutmu seperti tengah menahan tangis. “Kau tak melakukan hal yang salah, Amber..” ucapmu lagi, kau menangis dalam diam. Kau membuang wajahmu dariku. Kau menatap pantulan dirimu pada cermin lalu menarik nafas dalam.
“Apa kau tau jika cermin bisa memperlihatkan sebagian dari jiwa kita? Sebenarnya kau tidak pantas diperlakukan seperti ini, my love. Aku.. aku hanya bersikap seperti seharusnya iblis bersikap.”
Hal terakhir yang kulihat adalah… kau memukul mata kananmu dengan tanganmu sendiri.
***
Aku menarik nafas…
Aku membuka mataku…
Kita saling memandang….
Siapa aku? Siapa kau? Siapa kita? Iblis.. yang menghancurkan diri kita sendiri yang sebelumnya begitu saling mencintai.
Krystal…
Orang sepertimu tak pantas berada di surga. Kau bahkan tak pantas untuk hidup di dunia.
Tanganmu mencekik leherku. Tatapan matamu adalah tatapan seorang pembunuh. Aku tak bisa lagi bernafas.
Ahh.. “dalam waktu 30 hari aku akan meninggalkannya.” Jadi inilah maksud perkataanmu pada Victoria.
Bukankah orang bilang jika kau bisa melihat semua kejadian penting dalam hidupmu ketika kau akan mati? Mesin waktu ini… akhirnya aku tau mengapa aku terjebak di dalamnya.
.
.
.
.
END
Wkwkwkwkw… gue lagi nyoba gaya nulis baru. Gimana menurut kalian? Btw, Ini terinspirasi dari MV 4 walls. Pertama kali gue liat MV itu gue langsung kepikiran musti bikin ff kayak gitu. Hahahah.. Cuma bedanya ini lebih “gelap” temanya.
Oh iya… GOMENASAI!!! MIANHEEE!!! I’M SORRY!! MAAF!!! GUE BELUM BISA APDET FF YANG CHAPTERED!!! GUE SIBUK BANGET! BENERAN DEH!
See you later~~~
With love,
@llamaunyu
:*